Fill The Blank, Please

Rabu, 09 Mei 2012


Museum Tempat Berbagi


Disusun Guna Mengikuti Lomba Menulis Esai
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta serta BARAHMUS DIY
Tahun 2011

Oleh:
Mohammad Rizal Ilham Surur

KEMENTERIAN AGAMA
MAN YOGYAKARTA 1
Telp (0274) 513327
Jalan C. Simanjuntak No. 60 Yogyakarta


Ilmu di jaman sekarang begitu penting peranannya bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri ataupun berlangsungnya kemajuan dan berkembangnya suatu bangsa. Ilmu itupun bisa diperoleh dari pelajaran-pelajaran, pengalaman masa lalu dan buku-buku referensi.
Pengalaman masa lalu biasa kita sebut sebagai sejarah, begitu penting peranannya sebagai pembanding antar peristiwa yang baik dan buruk supaya tidak terjadi hal yang sama yang merugikan. Sejarah membutuhkan fakta-fakta dan data. Fakta sejarah yang berupa fisik biasanya disimpan pada suatu tempat yang dikenal museum.
Museum dalam benak remaja pada milineum ini merupakan tempat penyimpanan barang-barang rongsokan yang tidak berguna lagi. Berkunjung ke museum hanya akan mendapatkan kepenatan serta menghamburkan uang saja. Juga rasa capek pada kaki karena berjalan terus menerus mengitari museum, mata memerah, buang-buang waktu, membuat perut jadi lapar dan singkat cerita bikin kita rugi. Mendingan pergi ke mall yang sudah jelas di sana terdapat hiburan dengan hal-hal yang menarik dan terupdate di kalangan remaja (gaul bok).
Melalui tulisan ini saya akan mengutarakan pendapat dan perasaan prihatin karena saya belum bisa memberikan yang terbaik utuk bangsa Indonesia tercinta ini. Meskipun pendapat saya di atas mengenai museum mungkin tidak diutarakan oleh semua remaja. Ada juga remaja yang punya kesadaran, mau jadi apa remaja sekarang jika tidak belajar dari pengalaman? Dimana pengalaman-pelangaman masa lampau tersebut tertuang di dalam sejarah yang diarsipkan di museum. Maaf jika terlalu kasar, museum bukanlah sekedar sebagai gudang rongsokan melainkan merupakan wadah untuk barang-barang yang dianggap penting dan berpengaruh di masa lampau serta sebagai barang yang bisa diambil pelajaran dimasa yang akan datang. Sebenarnya museum juga sebagai tempat berbagi antara fakta-fakta sejarah jaman dulu dengan manusia jaman sekarang.
Apakah warga Indonesia tidak ingin bangkit dari keterpurukan? Jika ingin bangkit, mari  kita pelajari apa yang ada di museum. Museum telah disediakan pemerintah guna melayani kebutuhan masyarakat Indonesia akan ilmu sejarah. Jika kita tidak memanfaatkannya dengan semaksimal mungkin, sia-siakan APBN yang telah dikeluarkan pemerintah.
Jika kita asumsikan bahwa mempelajari sejarah tambah menjadi loyo, malas, pesimis dan hal-hal negatif lainnya. Mengapa banyak masyarakat Indonesia mengasumsikan seperti itu? Dikarenakan mereka hanya melihat sekilas dari peristiwa sejarah yang disajikan di museum, belum semuanya. Maka dari itu jika kita pergi ke museum, kita jangan hanya sekedar keliling melihat-lihat apa yang ada di museum tersebut. Tapi, kita harus mencoba untuk mencermati apa yang akan atau telah disampaikan oleh pemandu wisata kita dan juga kita usahakan kita membaca apa yang telah tertera dalam keterangan-keterangan yang ada dibalik fakta-fakta sejarah tersebut.
Mungkin saya baru mengunjungi beberapa museum yang ada di Jogjakarta ini, diantaranya yang pernah saya kunjungi adalah museum Vredeburg dan museum Kasultanan Kraton dari sekitar kurang lebih 35 museum yang ada  di Jogjakarta. Saat di museum saya melakukan jajak pendapat dengan rekan-rekan saya. Ternyata pengalaman ini juga dirasakan oleh para wisataawan museum lainnya.
Museum yang lumayan bikin saya pusing berpikir juga sebel adalah Museum Benteng Vredeburg di Jl. Ahmad Yani (ujung dari jalan Malioboro). Sekilas sejarah bahwa museum tersebut dibangun pada tahun 1760an atas permintaan pemerintah Belanda terhadap Sultan. Pada awalnya museum ini disalahgunakan oleh Belanda. Yang pada awalnya untuk melindungi kesultanan justru digunakan sebagai tempat pengawasan terhadap kraton untuk penyerangannya. Hingga pada tanggal 9 Agustus 1980 museum Vredeburg diresmikan oleh Sri Sultan HB IX sebagai pusat informasi dan pengembangan budaya nusantara. Yang saya komentari sekarang adalah isi dan bagian biaya. Entah itu biaya perawatan ataupun biaya tiket.
Pada isi, layaknya isi dari museum ini dikonversikan menjadi modern. Dalam arti pada pengelolaan isi dengan disisipi game yang mendidik untuk menarik perhatian anak-anak, reservasi tiket dengan computer ataupun dengan cara membuat peta tata letak obyek sejarah dengan peta computer. Insya’Allah jika itu dijalankan pengunjung akan berdatangan semakin banyak. Selain itu tolong pihak museum menyajikan obyek-obyek sejarah yang lebih variatif jangan itu-itu saja supaya tidak terkesan monoton. Atau juga bisa diberi tambahan tempat pembelian oleh-oleh dari sana dan juga disediakan beberapa cafĂ© untuk beristirahat ataupun bersantai sejenak setelah berkeliling museum.
Untuk masalah biaya masuk atau tiket saya rasa itu sudah menjangkau semua golongan dengan kisaran harga Rp250,00 sampai dengan Rp750,00. Dengan tarif kurang dari Rp1.000,00 bagaimana bisa pihak museum bisa menyulap museum Vredeburg dengan perawatan yang lumayan baik tersebut? Mungkin bisa dengan cara trade off, yaitu dengan pengunjung yang sangat banyak maka penghasilan semakin banyak. Menurut saya pengunjung di museum Vredeburg belumlah bisa dikatakan sangat banyak meskipun kadangkala datang rombongan bis-bis besar berkunjung di sana. Untungnya, museum tersebut terletak di central of Jogja atau di daerah wisata. Jogja sendiri merupakan daerah wisata nomor dua setelah Bali. Coba saja pada museum lain yang letaknya di daerah terpencil di Jogja, ia memasang tarif   lebih tinggi sebut saja  ada yang memasang tariff  20 kali lipat dari tarif museum Vredeburg. Dan jika museum yang berada di daerah lain tidak memberlakukan tarif seperti itu apa pemasukannya? Dan jika mereka memberlakukan tarif seperti itu, apakah semakin sedikit pengunjungnya karena mahal ataukah semakin banyak? Jika hal tersebut terjadi maka kondisi perawatan museum akan terbengkalai, kurang terawat bahkan akan dihancurkan digunakan sebagai pemakaman umum.
Menurut saya tarif bukanlah satu-satunya yang bisa dijadikan tolak ukur ramai atau tidaknya sebuah museum. Melainkan adalah isi atau konten dari museum tersebut dan juga pelayanan para pegawai museum untuk para pengunjung.
Satu lagi yang mengganjal tidur saya adalah mengapa museum yang dikelola pemerintah terkesan lambat atau nyaris tidak berhasil sedangkan yang dikelola pihak swasta justru terkesan sukses. Bukankah pemerintah memiliki jaringan dan biaya yang lebih kompleks dan kemampuan mengelola yang lebih berpengalaman. Sedangkan pihak swasta pintar untuk memuaskan pelanggan.
Jika pemerintah ingin berhasil untuk menjadikan museum sebagai tempat persinggahan atau tujuan wisata para wisatawan domestik maupun lokal tidak ada salahnya jika pemerintah menaikkan tarifnya guna mencapai kesejahteraan pegawainya dan juga guna memenuhi fasilitas umum serta guna memperbaharui isi atau konten pada museum. Satu lagi, pemerintah harus memperhatikan pelayanan kepada wisatawan, supaya wisatawan betah untuk berlama-lama di museum dan ingin kembali lagi. Semua itu lebih baik dilakukan supaya mengangkat pamor museum sebagai tempat yang dihargai akan tempat yang berguna dan bermanfaat banyak. (Il Ham Surur)


Daftar pustaka





BIODATA
Nama                                       :Mohammad Rizal Ilham Surur
Tempat/ Tanggal lahir             : Kediri/ 14 Mei 1996
Alamat                                                : Ponpes Al-Munawwir komlek huffadh 1 Krapyak Yogyakarta
Asal Sekolah                           : MAN YOGYAKARTA 1
Kelas                                       : X-E




0 komentar:


WON-DER-FULL. Diberdayakan oleh Blogger.